Selamat Datang di website Al Ibrohimy
Peran Penting Pesantren dalam Menyemai Nasionalisme: Tinjauan Terhadap Resolusi Jihad NU
Dalam analisis kontemporer mengenai nasionalisme Indonesia, 22 Oktober menandai momentum signifikan: Hari Santri Nasional. Deklarasi ini, yang dikeluarkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015 oleh Presiden Joko Widodo, bukanlah sekadar simbolis. Tanggal tersebut mengingatkan kita pada Resolusi Jihad, inisiatif fenomenal oleh KH. Hasyim Asy’ari, tokoh pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan progenitor dari Presiden Abdurrahman Wahid.
Meskipun Proklamasi Kemerdekaan telah digaungkan pada 17 Agustus 1945, adanya Brigade 49 Divisi India Tentara Inggris, yang berada di bawah komando Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby dan menjadi manifestasi dari Agresi Militer Belanda II, memberi indikasi bahwa perjuangan kemerdekaan masih jauh dari kata selesai.
Berdasarkan sumber dari nu.or.id, Netherlands Indies Civil Administration (NICA) berkoalisi dengan pasukan Sekutu (Inggris) dalam upayanya mendominasi Indonesia pasca-defeatisme Jepang oleh Sekutu. Menariknya, di tengah dinamika kekuatan militer tersebut, NU memiliki sebuah milisi, Laskar Hizbullah, yang sebelumnya telah mengalami serangkaian pelatihan militer oleh Jepang. Ini merupakan hasil dari strategi Hasyim Asy’ari dan semangat dari milisi ini semakin berkobar dengan Resolusi Jihad NU.
Penelitian Martin van Bruinessen dalam “NU: Tradisi, Relasi-Relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru” (1994) memberikan perspektif mendalam mengenai momentum 21 dan 22 Oktober 1945. Pada hari-hari tersebut, perwakilan NU dari Jawa dan Madura berkumpul di Surabaya, memproklamirkan perjuangan kemerdekaan sebagai bentuk jihad melawan kolonialisasi.

KH. Hasyim Asyari, dengan kecakapannya, berhasil mengkonsolidasikan pemikiran beberapa tokoh kunci, termasuk Kiai Wahab Hasbullah dan Kiai Bisri Syamsuri. Pertemuan strategis di kantor PBNU, Bubutan, Surabaya, mengkristal dalam bentuk Resolusi Jihad NU pada 22 Oktober.
Resolusi ini, dengan bahasa yang tegas, menyerukan kepada umat dan ulama di seluruh negeri untuk berkomitmen dalam memperjuangkan Islam dan kedaulatan Republik Indonesia. Sebagai manifestasi dari spirit ini, dalam “Piagam Perjuangan Kebangsaan” yang ditulis oleh Abdul Mun’im DZ (2011), ditegaskan kewajiban setiap Muslim untuk “mempertahankan dan menegakkan Negara Republik Indonesia menurut hukum Agama Islam”.
Menganalisis keberadaan dan konteks Resolusi Jihad, satu hal yang tak terbantahkan adalah peran besar pesantren dalam memupuk semangat nasionalisme dan memobilisasi masyarakat untuk berdiri teguh demi negara dan agama. Pesantren, sebagai pusat pendidikan spiritual dan intelektual, telah menjadi fondasi penting dalam membentuk identitas nasional dan pemahaman kebangsaan yang kokoh di Indonesia.